Selfishly to the Green Light Orbs – Part 1

 

Tittle  :  Selfishly to the Green Light Orbs – Part 1

Author  :  leechira

Genre  :  Romance, Angst *maybe..

Length  : 

Rated  :  T

Language  :  Indonesian

Cast  :

TVXQ!  –  Jung Yunho

Go Ara

SNSD – Jessica Jung (Sooyeon)

BSM  :

Tohoshinki – Toki wo Tomete

BoA – Distance

Jang Riin – I Will

***

 

Perlahan-lahan ia menarik gas dan menginjak panel rem hingga akhirnya mobil yang ia kendarai berhenti di depan sebuah gedung tinggi. Diliriknya salah satu jendela yang ada. Gelap, seperti biasa. Matanya beralih ke dashboard mobilnya, tangannya mengeluarkan sebuah kotak beludru merah.

Siku kirinya berada di interior jendela mobil dengan punggung tangan yang menutup mulutnya. Tangan kanannya diletakkan di atas kemudi, membawa kotak itu berada tepat di depan matanya. Ibu jarinya membuka kotak kecil itu, memamerkan sebuah perhiasan mewah.

Punggung tangan kirinya mengusap-usap mulutnya. Matanya terpaku ke depan. Sebuah cincin berlian murni kebanggaan keluarganya, di mana harusnya sudah berpemilik sejak dua tahun lalu. Tapi ia, ragu atau bahkan tak tahu bagaimana melakukannya.

Bermenit-menit tenggelam pada pikirannya sambil memandangi cincin itu, akhirnya ia menutup kotak merahnya. Kedua telapak tangannya mengusap-usap frustasi wajahnya.

Geez, ia bisa saja dengan mudah menyelesaikan pekerjaan di kantornya, tapi tidak dengan masalah ini.

Dan akhirnya setelah cukup dan merasa dirinya tenang, ia mengantongi kotak itu kembali dan bergegas keluar dari mobilnya.

**

 

‘Cepat opor bolanya, Hae!’

Mereka berlari semakin lama semakin cepat secara berkelompok dengan seseorang yang menggiring bola dan berusaha mengirimnya ke kawannya yang juga berlari di sisi lain lapangan.

Ia menendang dengan penuh semangat, tak ada lawan di depan matanya, hanya tersisa sang penjaga gawang. Gol menanti, pikirnya. Saking semangatnya hingga tendangannya melewati mistar gawang dan menyeberang keluar dari taman berpasir yang mereka sulap menjadi lapangan futsal.

Dan sebagai orang yang bertanggungjawab atas perginya bola mereka, Jung Yunho kecil – seorang bocah di usia sepuluh tahun – berlari menyeberangi jalan dan mencari-cari bolanya. Ia berputar, berkeliling, matanya menyapu semua sudut jalan yang bisa ia jangkau.

AH!

Ia tersenyum bahagia seraya memungut bola yang tergeletak di ujung taman. Jauh sekali bola ini pergi, batinnya dalam hati. Ia membersihkan permukaan bola yang sedikit kotor karena terkena genangan air dengan jari-jarinya. Masih dengan senyuman yang terukir di bibirnya, ia memeluk bola itu posesif dan berputar untuk segera menuju tempat teman-temannya berada.

Baru saja ia melangkah beberapa meter, mata kecilnya menangkap sebuah sosok. Ia membatu di tempatnya. Ia menatap sesosok gadis kecil – dan dari posisinya ia dapat melihat gadis kecil itu dari samping dengan jelas – terduduk di bangku taman, menunduk rendah menatap kakinya yang bergelantungan di atas tanah sambil memeluk sebuah boneka.

Gadis itu terisak, dan Yunho tahu itu. Ingin rasanya ia menghampiri gadis kecil itu dan menenangkannya, seperti apa yang selalu ia lakukan di saat adik perempuan kecilnya sedang sedih. Dan gadis kecil itu benar-benar mengingatkannya pada adiknya. Mungkin mereka seumuran, pikirnya.

Ia berusaha untuk bergerak, namun entah apa yang membuat reseptornya menolak perintah otaknya, yang pasti ia hanya berdiri terpaku di tempatnya dengan keadaan masih memeluk bola, dan mata yang terfokus pada gadis kecil itu. Gadis itu menangis, menangis dalam diam tanpa suara. Yunho bisa melihat punggung gadis itu bergetar hebat, menahan sesuatu yang menyakitkan. Rambut lurus gadis itu terurai bebas, menutupi wajahnya.

 

**

 

Yunho berjalan sambil mengulum bibirnya, membentuk sebuah garis. Ia berhenti di depan lift. Sambil menunggu lift datang untuk menjemputnya, pikirannya tak bisa kosong.

 

‘Jadi kapan Oppa berniat memberitahu Mom tentang hal ini? Dan yang paling penting kapan Oppa akan memberitahunya?’

Yunho membuang muka. Ia melirik pintu yang telah terkunci, dan menyadari hal ini ia menarik sebelah ujung bibirnya. Ia mengangkat wajahnya dan menatap lurus adik perempuannya yang berjalan menuju meja kerjanya. Gadis itu duduk di kursi kerjanya, disusul Yunho yang duduk tepat di hadapannya.

‘Jadi, Oppa?’

‘Entahlah..’

Sebelah alis gadis itu terangkat.

‘Oh ayolah!’ Yunho mengeluh. ‘Kau ini kan dokter, harusnya kau bisa membantuku mencari solusi dan bukan mendesakku terus seperti ini!’

Gadis itu memutar bola matanya. ‘Jangan mencari-cari alasan, Oppa!’ Ia membuka mulut bersiap untuk berceloteh lagi tapi  terhenti oleh suara di saluran interkomnya.

‘Dokter Jung, hasil ronsen pasien Mr.Yoo telah keluar dan ia telah menunggu untuk check up lanjutan di Lab 4L.’

‘Lima menit, beri saya lima menit.’

‘Baik, Dok.’

 

Gadis itu kembali memusatkan perhatiannya pada sosok kokoh di depannya yang justru menyunggingkan sebuah seringaian. ‘Sepertinya kau benar-benar sibuk. Selamat bekerja, Dokter Jung Sooyeon!’

Dengan itu, ia bangkit dan berjalan menuju pintu. Ia membuka kunci pintu sambil berjalan keluar.

‘Ingat Oppa, kau tidak bisa menyembunyikan hal ini selamanya. And you know that you’re being too selfish for your own’s sake, Oppa..’

Ia mengangkat tangannya ke udara, melambaikan ucapan sampai jumpa – masih dengan membelakangi adiknya itu – kemudian menghilang di balik pintu.

 

TING

Yunho melangkahkan kakinya masuk ke dalam lift yang akan membawanya.

 

Ia membuka pintu condonium dan mengganti sepatunya dengan sandal rumah tanpa menyalakan lampu. Ia menyipitkan matanya mencoba mencari sesosok di tengah kegelapan. Tak ada tanda kehidupan dan cahaya hanya berasal dari sinar bulan yang masuk melalui jendela kaca.

‘Ara?’  bisiknya pelan. Ia mempercepat langkahnya menuju kamar tidur dan kamar mandi, kosong. ‘Ara? ARA?’

Ia mulai panik, ke mana gadis itu? Rahangnya mengeras, matanya menyapu seluruh penjuru condo di bawah penerangan bulan. Ia meregangkan dasinya.

‘Ara?’ bisiknya pelan.

KLIK

Sesaat setelah mendengar bunyi pintu depan terbuka, ia bergegas berlari. ‘Ara, kau dari mana?’ tanyanya saat gadis itu muncul di hadapannya. Yunho memutar-mutar tubuh gadis itu, memeriksa jikalau ada luka dan sebagainya yang kurang dari gadis itu. Ia berhenti saat mendengar gadis itu terkekeh.

‘Aku hanya pergi membeli makanan,’ jawabnya seraya mengangkat sebuah kantong makanan.

Ia mengikuti gadis itu berjalan menuju dapur. Ia meraih piring dan menyodorkannya pada gadis itu. Dibandingkan dengan ruangan lainnya, di dapur lebih gelap. Sangat gelap bahkan.

‘Seharusnya kau bisa menelponku, aku bisa membeli makanan sebelum ke sini.’

Sekalipun punggung gadis itu membelakanginya, namun ia tahu bahwa gadis itu tersenyum. ‘Bukankah harusnya kau berada di Busan?’

‘Urusanku sudah beres,’ jawabnya singkat.

Gadis itu langsung berbalik dan menatap lurus pundak Yunho. ‘Secepat itu? Katamu rapatnya akan memakan waktu dua hari dan baru pulang besok siang?’

‘Yang penting urusanku di sana sudah selesai.’

Ara tidak merespon. Sedangkan Yunho menatap lurus hazel eyes gadis itu, dalam. Bahkan di tengah kegelapan pun ia bisa merasakan mata itu bersinar, sangat indah. Sekali lagi, ia hanya bisa – selalu – membatu menatap sosok gadis itu.

Sejak kali pertama ia melayangkan tatapannya pada gadis itu, ia membeku di tempat. Begitu pun seterusnya, semakin lama ia semakin terhipnotis. Ia menatap tajam ke dalam mata gadis itu, berusaha menembus masuk. Ia berharap ia akan mendapatkan balasan. Namun nihil, gadis itu tak pernah membalasnya.

‘Yunho, aku..’

Ucapan gadis itu membawa Yunho kembali ke daratan. Ia berjalan mendekati gadis itu dan mengelus pelan rambut panjangnya. ‘Hm?’

‘Kata Dokter Kim, temannya di Kanada menemukan sebuah donor kornea yang mungkin cocok denganku. Bagaimana menurutmu?’

Jari-jari besar Yunho berhenti bergerak saat itu juga di kepala gadis itu. Ia tersentak, sangat terkejut. Ia tak menyangka – tidak, ia sudah memperkirakan hal ini akan terjadi, hanya saja ia tak menyangka hal itu akan terjadi sekarang.

‘Yunho?’

Dengan sekuat tenaga ia menelan salivanya. Apa yang harus ia jawab? Berkata sesuai hati atau pikirannya?

Pikirannya menjawab itu adalah hal yang bagus dan ia bisa menemani gadis itu terbang ke belahan dunia mana pun demi kebahagiaan gadis itu. Ia tahu bahwa hampir sepanjang hidupnya, Ara berdoa. Ia tahu dengan sangat jelas satu-satunya impian gadis itu adalah agar  ia dapat melihat lagi. Dan  ia – seharusnya – tanpa perlu berpikir dua kali lagi akan setuju dengan hal itu.

Namun di lain pihak hatinya berteriak TIDAK.

Ia menarik gadis itu ke pelukannya, memeluknya sangat erat seakan tak akan membiarkannya lepas.

***

 

‘Dari mana kau tahu bahwa bentukan bintang Ursa Mayor adalah arah selatan?’

Lima-belas-tahun-Yunho bertanya pada Ara saat mereka berdua duduk di bawah pohon besar memandangi langit yang bertaburan bintang. Yunho menatap gadis di sampingnya, penasaran.

Gadis itu tersenyum pahit mengenang sesuatu. Masa lalu yang menyakitkan, pikir Yunho.

‘Sebelum ibu meninggal, ia selalu mengatakan hal itu. Aku tahu kalau ia sangat menyukai astronomi. Dan bulan Juni adalah satu-satunya bulan di mana rasi bintang itu sangat berfungsi sebagai penunjuk arah. Karena selain waktu itu, kita tak bisa memanfaatkannya sebagai kompas.’

‘Kenapa?’

‘Karena tak ada Ursa Mayor di bulan lain yang terlihat oleh langit bumi.’

Yunho mengangguk-angguk mengerti. Bibirnya membentuk huruf ‘o’ dan kepalanya mendongak menatap langit, jarinya menarik garis dari satu titik pendar bintang ke pendar bintang lainnya dengan telunjuknya. Empat titik pendar, dan garis itu turun ke bumi.

‘Jadi  di sana arah selatan?’ gumamnya pelan, namun Ara menangkapnya.

‘Kau mendapatkannya?’ serunya bersemangat.

‘Eh? Oh, ya,’ jawabnya ragu.

Ara tersenyum lebar. ‘Di mana, di mana?’ Ia mengangkat tangannya dan menunjuk arah pukul sepuluhnya. ‘Di sanakah?’

Yunho terkikik pelan lalu meraih lengan gadis itu dan memutar arah yang ditunjuk gadis itu ke arah pukul dua. ‘Di sana.’

‘Woah..’

Yunho terpana melihat gadis itu. Sekalipun gadis itu tak dapat melihat apapun selain kegelapan, tapi ia cukup ceria. Ia tak pernah terlalu memikirkan orang lain yang memperlakukannya dengan kurang baik hanya karena kekurangannya.

‘Kau juga menyukai bulan Juni?’ tanya Yunho tiba-tiba.

‘Yup.’

‘Sangat?’

‘Tidak. Aku lebih menyukai bulan di musim semi.’

‘Musim semi? Kau menyukai musim semi?’

Dan Yunho tak bisa lebih terpana lagi pada gadis itu saat Ara memberitahunya bahwa musim semi adalah favoritnya karena musim semi sangat tenang, mengutip perkataan ibunya bahwa musim semi sangat romantis dan kedua orang tuanya jatuh cinta dan menikah di musim semi.

‘Dan aku juga lahir di musim semi!’ serunya bertambah semangat. ‘Semoga suatu saat nanti aku juga bisa seperti mereka, menikah di musim semi..’

 

Looking into her beautiful dan flawless face, he felt like she is the fallen angel.

Staring straight into her hazel eyes, he knew himself that’s true.

That he did know both of them were born in february – the start of spring days – and was sure he fall for her in this spring day.

 

**

 

Ara tak tahu harus berbuat apa. Ia ingin protes, Yunho memeluknya terlalu erat hingga ia sulit bernafas. Tapi kenyataannya ia hanya membiarkan pria itu memeluknya dan tiga detik kemudian ia merasakan ada sesuatu yang mendarat di kulitnya.

Yunho menenggelamkan wajahnya di lengkungan leher gadis itu, perlahan-lahan air matanya mulai membasahi. Dapat dirasakannya gadis itu mulai sesak nafas namun tetap menepuk-nepuk punggung kokohnya.

Ara tahu bahwa pria itu menangis, tangis bahagia pikirnya.

 

Setelah makan malam – tentunya masih di bawah penerangan bulan, air wajah Yunho berubah serius.

‘Ada yang ingin kubicarakan.’

Sang gadis mengangkat wajahnya, bermaksud menatap wajah Yunho namun ia malah menatap kepalanya. Dirasakannya tangannya digenggam dan ia mulai menerka-nerka apa yang ingin pria itu bicarakan.

 

Yunho tahu ia belum siap atas segala sesuatunya. Ia sudah mempersiapkan dirinya selama bertahun-tahun namun sampai detik ini ia tak kunjung siap. Ia, yang secara eksplisit terkenal kuat dan gentleman serta bertanggungjawab, tak dapat membohongi dirinya sendiri bahwa ia adalah seorang pengecut.

Tak hanya itu, ia juga bermulut besar. Bertahun-tahun ia hidup bagaikan berakting di sebuah drama teater, tanpa ada kata ‘cut’ dan pengulangan untuk setiap adegan salah yang dilakukannya. Toh sekalipun ia melakukan kesalahan, ia dengan jenius langsung dapat mengakalinya. Akal-akalannya yang muncul tak terduga, kebohongan yang dipercayainya sebagai sebuah kebohongan putih demi kebaikan – bahkan ia juga tahu bahwa itu tak seharusnya – membawa alur drama yang dipimpinnya berbelok dari tema cerita. Dan bagaikan mengemudikan sebuah bus berisi kumpulan anak-anak sekolah yang tak berdosa, ia menculik mereka dan membawanya ke tempat yang berlawanan arah dari rumah mereka.

Dan di sinilah ia berada. Duduk di hadapan gadis itu sambil menggenggam tangannya erat. Kenyataan bahwa gadis itu membalas genggamannya meniupkan perasaan tenang namun bersalah di waktu yang bersamaan.

‘Ara, mungkin ini terdengar sangat mendramatisir, tapi kau tahu aku benar-benar bermaksud dengan perkataanku..’

‘Lanjutkan.’

Tangan lainnya yang bebas meraih kotak beludru merah dari balik sakunya. Diletakkannya kotak itu atas tangan sang gadis yang mulai bingung.

‘Apa i-‘

‘Cincin keluargaku. Harusnya aku memberikanmu dua tahun lalu atau bahkan sebelum-sebelumnya.’

Yunho tahu gadis itu semakin kebingungan.

Namun saat ini lupakan sisi hitam dari seorang Jung Yunho untuk sesaat. Berikan ia waktu hingga titik di mana ia akan lelah akan segala pengkhiatan yang telah – dan akan – ia lakukan terhadap keluarga dan orang yang dicintainya.

Karena detik itu juga, ia akhirnya berhasil mengumpulkan segala keberaniannya untuk mengutarakan sesuatu yang benar ia maksudkan.

 

‘Menikahlah denganku.’

Dan untuk kali pertamanya selama hampir sembilan belas tahun, kali ini giliran Ara yang membeku karena pria itu.

– tbc-

 

 

5 thoughts on “Selfishly to the Green Light Orbs – Part 1

  1. Bagus! 🙂
    Dilanjut ya! 😀
    Aku reader baru di sini, salam kenal ‎​(◦ˆ⌣ˆ◦).

  2. Anneyong,,,Aq liat poster & lgs interest sama FF ini krn aq kbtulan adalah YUNRA shipper ^^
    Setelah baca woah,,,keren,,,bhs yg dipakai ga kyk FF umumnya,,,boleh berbagi ilmu cingu,,,
    Aq post bbrapa FF YUNRA jg di FB & Blog hehe,,,br belajar ~ , ^

Leave a comment